Depresi
Aku pernah menulis tentang bagaimana aku memperlakukan rambutku saat aku merasa tertekan dan depresi aku memotongnya dan itu membuatku merasa ada sedikit beban yang sudah berkurang dipikiranku. Baca Disini
Masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa adalah masa dimana kita ingin diperhatikan, ingin didengarkan dan tak suka diremehkan. Saat itu aku hanya remaja 15 tahun. Aku selalu menganggap diriku payah, entah mengapa. Mungkin karena aku introvert. Tapi intovert tidak ada hubungannya dengan pesimis bukan?
Aku tidak tau sejak kapan dan kenapa aku merasa seperti itu, aku tak ingat atau mungkin aku tak mau mengingatnya. Saat itu aku menangis hampir setiap malam, dan aku merasa tak ada yang memperdulikanku. Aku juga sering mengirim pesan pada teman-temanku seolah aku tak akan hidup lebih lama lagi, aku tak ingat bagaimana aku saat itu selalu merasa bahwa aku tak akan hidup lebih lama lagi.
Aku senang menangis dibawah guyuran hujan, atau saat aku dikamar mandi. Saat itu aku hanya duduk diam dibawah guyuran air dan berpikir betapa malangnya aku, betapa meyedihaknnya aku, betapa tak bergunanya aku.
Perasaan itu selalu muncul saat aku sendirian, dimanapun itu. Merasa sulit sekali berada diposisiku, saat aku menyukai seseorang orang itu tak pernah menyukaiku hanya memanfaatkanku, saat aku berteman, temanku mengkhianatiku. Akhirnya aku berjalan semauku. Aku bukan diriku saat aku tidak ada di rumah. Aku tumbuh jadi remaja yang tak mudah percaya dengan orang lain. Hingga sampai dimana aku kelas 3 SMP aku merasa aku tak mau lagi menyukai seorang laki-laki. Aku tertarik pada perempuan. Terdengar menjijikan jika ku ingat itu sekarang.
Aku bahkan pernah mencium hampir semua teman perempuanku di kelas. Dan yang paling aneh bagiku saat aku berdebar melihat perempuan. Sungguh kalau dipikir itu sangat menjijihkan. Sekalipun begitu, aku tetap punya pacar laki-laki walaupun tidak bertahan lama. Mereka semua menjengkelkan, atau hanya aku yang tak percaya mereka.
Bagaimana aku sembuh? Aku tak yakin aku ingat bagaimana aku bisa keluar dari zona itu. Seiring berjalannya waktu, aku yang dulu terkubur dalam masa lalu.
Hidup itu berharga, jangan pernah disia-siakan memikirkan apa yang membuatmu justru jatuh. Aku bangkit karena aku punya teman. Yah, teman itu adalah buku, aku menulis semua yang ingin aku tulis, semua yang memenuhi dadaku yang membuatku sesak setiap waktu. Aku juga punya tuhan yang selalu sayang padaku, dan juga keluargaku.
Ada yang pernah mengalami? Satu kali? Dua kali? Apa yang membuat kalian bangkit dan tak lari mengambil jalan pintas? Apa yang membuat kalian tetap kuat dan melawan?
Hutan pinus Salem, Brebes 2019 |
Aku pernah menulis tentang bagaimana aku memperlakukan rambutku saat aku merasa tertekan dan depresi aku memotongnya dan itu membuatku merasa ada sedikit beban yang sudah berkurang dipikiranku. Baca Disini
Masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa adalah masa dimana kita ingin diperhatikan, ingin didengarkan dan tak suka diremehkan. Saat itu aku hanya remaja 15 tahun. Aku selalu menganggap diriku payah, entah mengapa. Mungkin karena aku introvert. Tapi intovert tidak ada hubungannya dengan pesimis bukan?
Aku tidak tau sejak kapan dan kenapa aku merasa seperti itu, aku tak ingat atau mungkin aku tak mau mengingatnya. Saat itu aku menangis hampir setiap malam, dan aku merasa tak ada yang memperdulikanku. Aku juga sering mengirim pesan pada teman-temanku seolah aku tak akan hidup lebih lama lagi, aku tak ingat bagaimana aku saat itu selalu merasa bahwa aku tak akan hidup lebih lama lagi.
Aku senang menangis dibawah guyuran hujan, atau saat aku dikamar mandi. Saat itu aku hanya duduk diam dibawah guyuran air dan berpikir betapa malangnya aku, betapa meyedihaknnya aku, betapa tak bergunanya aku.
Perasaan itu selalu muncul saat aku sendirian, dimanapun itu. Merasa sulit sekali berada diposisiku, saat aku menyukai seseorang orang itu tak pernah menyukaiku hanya memanfaatkanku, saat aku berteman, temanku mengkhianatiku. Akhirnya aku berjalan semauku. Aku bukan diriku saat aku tidak ada di rumah. Aku tumbuh jadi remaja yang tak mudah percaya dengan orang lain. Hingga sampai dimana aku kelas 3 SMP aku merasa aku tak mau lagi menyukai seorang laki-laki. Aku tertarik pada perempuan. Terdengar menjijikan jika ku ingat itu sekarang.
Aku bahkan pernah mencium hampir semua teman perempuanku di kelas. Dan yang paling aneh bagiku saat aku berdebar melihat perempuan. Sungguh kalau dipikir itu sangat menjijihkan. Sekalipun begitu, aku tetap punya pacar laki-laki walaupun tidak bertahan lama. Mereka semua menjengkelkan, atau hanya aku yang tak percaya mereka.
Bagaimana aku sembuh? Aku tak yakin aku ingat bagaimana aku bisa keluar dari zona itu. Seiring berjalannya waktu, aku yang dulu terkubur dalam masa lalu.
Ingatlah selalu ada Tuhan yang selalu menyayangimu, ada keluarga yang mencintaimu. Sungguh kita tidak sendirian. Mencobalah berbicara, dan ungkapkan apa yang membebani pikiranmu. Hargai hidup yang sudah tuhan berikan, jangan pernah berpikir kau tak berharga. Coba dengarkan saat jantungmu berdetak, seolah dia berbicara kalau kau pasti bisa melewati apapun masalah yang kau hadapi. ~Umiyamuh
Hidup itu berharga, jangan pernah disia-siakan memikirkan apa yang membuatmu justru jatuh. Aku bangkit karena aku punya teman. Yah, teman itu adalah buku, aku menulis semua yang ingin aku tulis, semua yang memenuhi dadaku yang membuatku sesak setiap waktu. Aku juga punya tuhan yang selalu sayang padaku, dan juga keluargaku.
Aku juga sempet merasa pengin bunuh diri di umur aku yg ke 22 23 masa² dimana banyak hal yg terjadi tak sesuai ekspektasi ku dan harapanku, semua hal dalam hidupku tidak pernah di pihaku, aku merasa tak punya siapa² hingga aku ingin mengakhiri hidupku... Tapi aku tau itu tidak mudah, pertanggungjawaban di alam akhirat lebih menyeramkan, aku yakin hidup di dunia ini tidak lama, tugas setiap manusia berbeda-beda, dan aku tidak payah aku mencoba bangkit, untuk bisa hebat walaupun untuk diriku sendiri
BalasHapusHalo, semoga kabarmu hari ini baik. Terima kasih karena kamu sudah dapat melawan pikiran itu. Tetap menjalani hidup juga salah satu cara kita menghargai Tuhan yang sudah memberikan kita kehidupan.
Hapus